Sabtu, 28 Maret 2009

ANALISIS SASTRA KONTEMPORER

ANALISIS SASTRA KONTEMPORER
PADA PUISI “SEPISAUPI”
KARYA SUTARDJI CALZOUM BAHRI

Oleh:
Koko Hari Pramono





JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2008

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra kontemporer adalah karya sastra yang muncul sekitar tahun 70-an, bersifat eksperimental, memiliki sifat-sifat yang “menyimpang” dari konvensi-konvensi sastra yang berlaku biasa atau umum. Sastra kontemporer muncul sebagai reaksi terhadap sastra konvensional yang sudah beku dan tidak kreatif lagi.
Sastra kontemporer merambah pada seluruh jenis karya sastra, seperti novel, puisi, dan drama. Tokoh-tokoh sastra ini pada zamannya termasuk sastrawan mudah pada tahun 70-an. Munculnya sastra kontemporer merupakan reaksi terhadap sastra konvensional yang dianggap telah mendominasi eksistensi karya sastra. Bahkan sastrawan mudah merasa “sumpeg” dengan karya sastra yang telah ada karena merasa terbelenggu daya kreasinya. (J. Prapta Diharja, SJ)
Sastra kontemporer juga bias dikatakan sastra mutaakhir krena pada masa itu sastra ini dianggap sebagai ujung dari penciptaan karya sastra pada masanya dan juga bias dibilang sastra moderen seiring periode waktu tetapi antara sastra moderen dan mutaakhir bukan hanya sebatas periode waktu tetapi juga karena pola piker seorang pengarang yang memiliki pola pemikiran yang lain dari pada pengarang lain pada masanya yang berarti sebuah kemajuan berfikir untuk menciptakan karya sastra. (Tafsir budi darma)
Pada karya sastra yang berjudul sepisaupi karya Sutardji Calzoum Bahri adalah puisi kontemporer karena terlepas dari konvensi, kalau dilihat dari masa pembuatan dan pola berfikir pengarang merupakan puisi mutaakhir dan moderen kerena periode dan cara berfikir yang lain dari pada pengarang lain pada masanya (kemajuan berfikir)

BAB I
ISI
A. LANDASAN TEORI
Mariorie Boulton menjelaskan bahwa bunyi vokal panjang lebih khidmat dan lebih mendamaikan hati. Konsonan /b/ dan /p/ adalah konsonan eksplosif yang mampu memberikan sugesti kecepatan, gerakan, dan memberikan kesan remeh atau cemoohan. Konsonan /m/, /n/, dan /ng/ memberikan efek adanya dengungan (echo), nyanyian, musik, dan kadang-kadang bersifat sinis. Konsonan /l/ memberikan sugesti pada gerakan yang mengalir pelan-pelan, melambai-lambai, menggairahkan, damai, dan kadang-kadang bersifat mewah. Konsonan /k/, /g/, /kh/, dan /st/ memberikan sugesti akan suasana penuh kekerasan, gerakan yang tak seragam, konflik, namun kadang-kadang mengandung kebencian. Sedangkan konsonan /s/ dan /sy/ mensugesti timbulnya suasana mengejek, lembut, lancar, dan kadang-kadang menimbulkan perasaan yang menyejukkan. Konsonan /z/ berhubungan dengan konteks suasana kekerasan. Konsonan /f/ dan /w/ berhubungan dengan keadaan angin, sayap burung, dan gerakan di udara. Konsonan /t/ dan /d/ mirip seperti /k/ dan /g/, tetapi tanpa empati dan banyak digunakan untuk melukiskan gerakan yang pendenk. Konsonan /r/ berhubungan dengan gerakan dan suara. Konsonan /d/ berhubungan dengan keras lunaknya suatu gerakan. (Boulton, 1979:58)
Sastra kontemporer juga bias dikatakan sastra mutaakhir krena pada masa itu sastra ini dianggap sebagai ujung dari penciptaan karya sastra pada masanya dan juga bias dibilang sastra moderen seiring periode waktu tetapi antara sastra moderen dan mutaakhir bukan hanya sebatas periode waktu tetapi juga karena pola piker seorang pengarang yang memiliki pola pemikiran yang lain dari pada pengarang lain pada masanya yang berarti sebuah kemajuan berfikir untuk menciptakan karya sastra. (Tafsir budi darma)

B. ANALISIS
Puisi yang berjudul “sepisaupi” banyak menggunakan fonem /s/ dan /p/. Jika merujuk pada pernyataan Boulton, bunyi /s/ mensugesti timbulnya suasana mengejek, lembut, lancar, dan kadang-kadang menimbulkan perasaan yang menyejukkan, sedangkan /p/ adalah konsonan eksplosif yang mampu memberikan sugesti kecepatan, gerakan, dan memberikan kesan remeh atau cemoohan.
Sepisaupi jika didengarkan seperti mantra. Hal itu dikarenakan penggabungan kata-kata sepi dan pisau jika dibaca tanpa putus kita akan dapat menangkap makna dari sepi dan pisau itu. Efek /s/ dan /p/ pada “sepisaupi” menimbulkan efek magis, dan efek penggunaan fonem tersebut berpengaruh pada pengucapan puisi yang dibaca dengan cepat dan terdengar seperti mantra. Efek magis yang murni pada puisi tersebut juga dapat kita lihat dari pengulangan-pengulangan (repetisi) seperti pada mantra. Sepisau, sepisaupa, sepisaupi, begitu banyak diulang-ulang dalam puisi ini. Puisi-puisi sejenis ini memang tidak terlalu kuat dalam gaya bahasa, simbol atau permainan kata. Puisi ini adalah teori pemecahan (fusi) kata, permainan bentuk, pemaknaan baru, dan puisi menurut juga adalah mengembalikan kata pada mantra.
Asonansi:
Pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata/perkataan yang berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan begini menimbulkan kesan kehalusan, kelembutan, kemerduan atau keindahan bunyi. Yerdapat pada kata :
Sepisapanya
Keranjang
Sepisaupa
Sepisaupi


Aliterasi:
Pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi; biasanya pada awal kata/perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi. Terdapat pada kata :
sepisaupa
sepisapanya
nyanyi
Makna
Adalah suatu semiotika atau symbol yang terdapat pada puisi.
sepi dan pisau jika dibaca tanpa putus kita akan dapat menangkap makna dari sepi dan pisau itu. Efek /s/ dan /p/ pada “sepisaupi” menimbulkan efek magis, dan efek penggunaan fonem tersebut berpengaruh pada pengucapan puisi yang dibaca dengan cepat dan terdengar seperti mantra

SEPISAUPI
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi.
Parafrase puisi
Sepisau luka sepisau duri merupakan bentuk luka yang yang teramat sangat yang pernah dialami, penggambaran dari dosa yang telah dilakukan dan membuat penyesalan yang mendalam,kerena dosa yang telah dilakukan membuat perenungan dalam kesendirian, ketika kesendirian itu yang dirasakan hanyalah penyesalan sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau dan sepi seolah-olah kesendirian yang menyakitkan, sepisapanya sepikau sepi disini takadalagi sapaan kerena kesepian yang telah dialami, sepisaupa sepisaupi pengulangan kata ini adalah penguatan tentang kesepian, sepikul diri keranjang duri adalah siksaan kesepian yang dialami sendiri dan harus ditanggung olehnya tanpa seorangpun yang membantu, sepisaupa sepisaupi penguatan kesepian yang dialami terulang-ulang sampai akhir yang selalu mendramatisir kisah kesendirian ini, sampai pisauNya ke dalam nyanyi kesedihan akan kesepian selalu menghantui diri selamanya seakan-akan irama kesepian bagai lagu dalam hati.

DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surabaya. Erlangga
Boulton, 1979:58

1 komentar:

  1. hebat....terima kasih yah saya sangat terbantu dengan adanya ini...

    BalasHapus